Selasa, April 12, 2011

TIANG BERONTAK MENGHUJAM TENDA WARUNG TUGU MERAH

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Alasan mau menukar uang Rp.50.000, dan kurincikan menyantap  Mie, Sepiring Nasi di tambah Telur Asin, pasnya Rp. 5000, jadi kembali uang saya Rp. 45.000. 
Cukup irit dan ada pecahan Rp. 5000 untuk siap tawar menawar dengan supir pete-pete jurusan Antang kassi.  Ketika berjalan menuju Ruang Khayal (RK) / Tugu Merah, nama baru warung yang tepatnya di tepian Jalan Urip Soemiharjo samping Kantor Gubernur Sul-Sel yang merupakan bekas SPBU.  tempat teman-teman dari UKM Seni UMI kebanyakan  meluangkan waktunya untuk beristirahat, ngopi, diskusi dan ngobrol masalah cinta dan kehidupan pribadinya. 
Sekitar 100 meter cukup ruang sejauh mata memandang dari terotoar jalan untuk melirik Ke Tugu Merah. Astaga............. untaian kabel terlalu di paksakan ditarik melintang oleh petugas PLN yang mengakibatkan robohnya tiang penopang kabel yang berdiri kokoh diatas tenda biru, tenda penahan terik dan hujan setiap beragam cuaca menghadang di Tugu Merah. Akupun sigap dan mempercepat langkahku sambil melihat Mace (pemilik warung) keluar dari pintu rumahnya masih menggunakan Mukenah, kutilik... mungkin disela sholatnya dia kaget dan keluar berteriak memaki dan mencaci  petugas PLN yang teledor.
Hup,,,hup,,, hup,, jantung berdetak begitu cepat setelah kuambil langkah seribu di jalan berbatu 10 meter dari Tugu merah.  Tampa ragu dan hanya diam segeraku membereskan makanan jajan yang tidak lagi kutemukan berjejer rapi diatas meja di hujam jatuhnya penobang bambu yang tertabrak tiang listrik dari atas tenda. menjadikan semua barang-barang berserakan. botol kecap dan lombok tumpah ruah dilantai tanah dekat kursi panjang yang terbuat dari kayu dan papan, Beserta jajanan dan piring,  juga mangkuk yang masih hangat bekas siraman air Kuah Mie Coto Makassar yang masih belum habis dilahap oleh penikmat warung Tugu Meraah, kureka-reka dan kutaksir kerugiannya mencapai Rp. 200.000-an, sebab tenda, dan makanan jajan tidak layak lagi di gunakan dan dikonsumsi. “ganti memang nah, siapa yang bertanggung jawab” ujar Mace (Ibu pemilik warung) kepada salah satu petugas PLN sambil mengoceh keluhan-keluhan yang terlandasi kejengkelannya pada petugas yang lalai tersebut. “ ceddeki mate maneng” (kita hampir mati semua) ucap Solle sambil tergagap-gagap ketakutan serta kaget  disela pembicaraanku dengannya setelah beberapa detik mengalami kajadian itu, “untungnah tattahanki itu tiang ri sengnge” (untung tiang itu tertahan pada atap rumah). Memang keadaan itu bisa saja membuat sore ini menjadi naas, sebab  dua orang anak laki-laki sekira berumur 16 tahun sedang menikmati rasa siraman Mie sambil terjadinya insiden tersebut.  Akan tetapi Pace (suami dari ibu pemilik warung) sabar menghadapi cobaan yang menimpa warungnya, dia terus memperingati Mace “mekkono” (diamlah) ini kecelakaan, tidak disengaja.  
Entah mengapa Laparku sudah hilang melihat biru mengharu sore itu. Aku juga tenang melihat kesabaran Pace, sambil aku membantu membereskan dan merapikan jajanan di pinggir jendela depan rumahnya. kring... kring... telponku berbunyi, ternyata Veno memanggil, disela percakapan kami, kuajak dia ke Tuguh Merah dan menceritakan inti dari kejadian ini, diapun datang bersama Laode..... kamipun bersegerah membantu memperbaiki tenda warung Tugu Merah.
mace ini
biru mengharu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar