Rabu, Februari 22, 2012

Ada sebab mengapa petani dikampungku tak produktif lagi

Assalamu alaikum Warahmatullahi wabarakatuh

Karya Dany UKM Seni UMI



Aku pernah duduk dibatang pohon yang tumbang tepat dipinggir sawah hingga membanyangkan petani dikampungku.

Bagun pagi kalahkan para pemimpi. Seorang petani menjadikan motto itu tiap paginya disaat menyapa hari. Dulu Petani dikampungku yaitu kampung Belang-belang kabupaten Maros begitu semangat menikmati hidupnya sebagai petani.

Pagi buta Saat gemah adzan terdengar syahdu dan begitu membahana ditelinga, segerapun masyarakat kampung Belang-belang berbondong bondong kemasjid Nurul Mukmin, Masjid kebanggan kampung itu. Warga kampung kebanyakan berprofesi sebagai petani, dan hanya segelintir warga yang profesinya sebagai Wiraswasta, Pegawai Negeri Sipil, dan Karyawan biasa. Maklum kehidupan dari dulu warga kampung Belang-belang memang keturunan masyarakat agraris. Walaupun ada yang beralih profesi itu semata-mata ingin terlepas dari jeratan ekonomi yang menderanya. Tapi tak bisa dipungkiri, toh orang tuanya dahulu profesinya sebagai petani, hingganya itu orang tua menyekolahkan anak-anaknya, dengan harapan kelak bisa mendapat kehidupan yang santai tidak terjun langsung kesawah dan ladang untuk Bertani.

Usai sholat subuh, warga kampung Belang-belang kembali kerumahnya masing-masing. Guna mempersiapkan sesuatunya untuk rutinitas sehari hari yaitu bekerja.

Cangkul serta topi rajutan daun nipa yang telah dibentuk kerucut. Seperti itulah property yang dikenakan petani. Gambaran ciri khas tersebut melekat di image petani yang tak terlepas dari fenomena alam dan pemanfaatan daya gunanya.

Sebagai masyarakat yang produktif. Petani dikampung Belang-belang sangat telaten memperhatikan kualitas padinya. Mulai dari memantau debit air yang masuk ke irigasi persawahan, memberikan pupuk diusia dini padinya agar nanti hasil yang diperoleh lebih, serta memberantas hama yang menjangkiti tanamannya.

Kadang kala terpaan terik matahari disiang panas menghantam petani di Kampung Belang-belang namun petani kami tetap menerobos sengatan mentari tersebut. Itu sudah biasa baginya, sejak kecil iya sudah terlatih dengan kebiasaan hidup yang penuh perjuangan dalam keluarga petani.

Saat panen biasanya antara bulan April dan Mei. Buliran-buliran padi sudah dilepas dari batangnya dengan perlakuan petani menggunakan alat tradisional yang terbuat dari kayu dan lalu petani menghempaskan batang padi yang telah di sabitnya. Maka menggelimanglah  butiran butiran gabah yang telah siap dimasukkan dalam karung plastik.

Namun tak jarang petani kami gagal panen dan Jelas ada gundah disela kerja kerasnya, sebab Kadang pula hasil yang didapatkan tak sesuai harapan. Padahal pemantauan dan perhatian petani terhadap tanaman padinya begitu maksimal dan intens. ini semua dikarenakan perubahan iklim dan rusaknya tanaman akibat hama yang telah kebal terhadap pestisida. akibatnya kerugianpun selalu dijumpai.

Petani di kampung kami berpikir. Entah bagaimana resepnya agar hasil panen kami ini terus meningkat dan tidak pernah terjadi yang namanya gagal panen.

Akhirnya Petani di kampung Belang-belang menomor duakan rutinitas tersebut. Seringnya gagal panen dan menurunnya hasil panen serta kerugian yang sering dijumpainya membuat para petani mengurungkan niatnya untuk fokus bertani. Maka darinya itu petani di kampung ini menjadi multifungsi atau lebih progresnya dia beralih profesi. Ada yang bekerja sebagai karyawan diperusahaan adapula sebagai buruh bangunan yaitu tukang kayu dan tukang batu, ada berdagang dan lain lain, namun tetap dijumpai pula serius tetap menjadi petani bagi yang ingin bertahan untuk kelas ekonomi kebawah. Jika seandainya pula petani punya sawah yang luas maka bisa dikatakan masih kaya untuk kalangan petani tapi itu bisa saja hanya sementara.

Kadang disela kesibukan tadi sebagai karyawan diperusahaan swasta dan lain lainnya, biasanya dia memantau padinya sekali saja, ataukah ada yang namanya penggarap dimana hasilnya dibagi sesuai dengan kesepakatan. Jelas penghasilan dari padi tersebut tidak seperti yang dulu didapatkannya bagi pemiliknya.


Menyimak hasil ulasan tulisan diatas bisa ditarik kesimpulan, bahwa sebenarnya kehidupan bertani itu menjanjikan seandainya ladangnya produktif.

Kembali lagi bahwa kenapa ladang dan sawah tak produktif seperti dahulu.???
jalas ada sangkut pautnya dengan perubahan iklim sehingga kondisi alam telah terganggu, mana lagi cuaca yang tak menentu dan hama semakin kebal dan kian bermutasi. kembali mengingatkan, ini semua perlakuan manusia terhadap alam, dimana hasil yang dinginkannya selalu instan maka dari itu manusia menggunakan teknologi moderen tanpa memikirkan dampaknya, mulai dari kadar penggunaan pestisida yang berlebihan, takterkendali, dan tanpa perhitungan dan lain lain sebagainya.

Tabe.... ini hanya opini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar