Kamis, April 19, 2012

Ternyata Marahmu adalah candu bagiku

Assalamu alaikum Warahmatullahi wabarakatuh...
“Sayang jika kamu marah padaku, luapkanlah kemarahanmu supaya kumengerti begitulah cara bencimu padaku. Dan marahmu pula mendidikku untuk menyayangimu kelak jika kamu sudah tua dan tak bisa marah-marah lagi padaku. Salam kecup dariku”.

          Sebenarnya aku benci untuk menjadi bagian dari kekecewaanmu namun pertemuan kita sangat romantis jika mengingatnya. Waktu itu Kuberi kau setangkai bunga, namun kau membalasnya dengan kecupan yang sangat berkobar. Aku mabuk jadinya, gontai gerak bibirku sedikit tertatih karena kutahu moment kecupan itu tidak tepat bagiku.

(Ucapku benci padamu)
"Mengapa kau mengambilnya, itu ciuman pertama yang kusimpan buat istriku kelak.?"

"Tidak usah kawatir, jangan menangis" (Ucapmu sambil menegarkan hatiku yang rapuh ini).

         Akhirnya dengan mudahnya kau merayuku dan mengambil segala yang berarti bagiku. Aku malu menatap binar matamu untuk sesaat waktu itu. Tapi kutahu kalau SMS yang kau kirimkan dan tak pernah kubalas membuatmu rindu setengah mati padaku, jadinya bisa saja kecupan itu adalah luapan rindumu. Wajarlah ungkapku, ternyata itu alasan mengapa engkau melakukan hal yang tak senonoh padaku. Tapi ternyata dugaku salah. Kau terbawa kemarahanmu semenjak kekasihmu meninggalkanmu untuk sementara. Jadinya kecupan yang kuharap sebagai tanda rindumu padaku, ternyata adalah rindumu pada sang kekasih yang menelantarkanmu dalam pengembaraan cinta yang panjang dan terkatung.

Aku heran, kau anggap apa aku selama ini. Tapi aku berusaha untuk tetap tegar dan bersabar menyadari posisiku sebagai selingkuhanmu yang akan selamanya menjadi malaikat yang tak dianggap. Kumaklumi jika kau rindu pada kekasihmu yang telah meninggalkanmu. Tapi kuharap janganlah kau terlarut dalam kesedihan panjang itu, karena  kutakut itu bisa menjadi ranjau yang tertanam dalam pikiranmu dan membuatmu gila kapan saja.

Lepaskanlah bebanmu sayang.... lupakanlah masa lalumu, aku selalu ada didepanmu.

Aku mencoba merasakan apa yang kau rasa, tapi kedalam kucoba nyalakan unggun dalam gelapnya hatimu. Kutemui Kau telah menoreh  secarik kertas dan meninggalkannya di lemari yang tersimpan rapi disudut hatimu. Tulisannya sulit ku artikan dan belum sempat kuterjemahkan tiba-tiba dalam keheningan aku di kagetkan oleh temaran rembulan yang tiba-tiba muncul dari gumpalan awan tebal diatas dinding-dinding hatimu yang kokoh dan berlumut.

Rembulanmu memergotiku, menangkap dan menghakimiku, aku disakitinya. Dia memaksaku untuk menjawab semua pertanyaan mengapa aku berada ditempat rahasia ini.
Aku menolak menjawabnya karena kutakut mengecewakanmu, tapi dia mencambuk mulutku, sakitnya minta ampun seperti api dicambuk melecut di lidah ini. Sepertinya dia tahu aku menyimpan rahasiamu. Akhirnya aku menangis dan mengaku pada rembulan yang ada di hatimu, bahwa “Aku telah membaca hatimu”. Maafkan aku sayang, aku telah sembunyi-sembunyi menyelinap masuk kelubuk hatimu, dan kini aku malu menemuimu, malu sekali aku menunjukkan wajahku kehadapanmu jika seandainya kita bertemu. Sekarang tak ada yang bisa kuperbuat kecuali berharap rembulan dihatimu mengadu padamu dengan pesan yang kutitipkan padanya :
                              “Ajarkan aku menjadi selingkuhanmu”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar