Senin, April 23, 2012

Sejenak di rumah Firman Djamil


Assalamu alaikum Warahmatullahi wabarakatuh

Dan malam sebagai alaram petanda usainya pekerjaan langit-langit rumah.
Panjang ceritanya mengapa kubisa bertandang di rumah Firman Djamil. Kemarin tepat tanggal 20 HP saya berdering, sebuah panggilan dari teman sekaligus saudara dari ukm seni yaitu Taufik Dany. Hampir dibilang dia sudah 2 bulan akrab bersama rumah Firman Djamil. Kedatangannya kesana semata-mata ingin belajar kesenian dan mencari jati dirinya.

Tepat pukul 11:30 WITA saya sudah berada di kawasan benteng Somba Opu, sempat aku tidak tahu letak rumah Firman Djamil, namun arahan Dany melalui pesan SMS membuat aku tidak berlama-lama kebingunan tersesat menuju jalan yang benar.

Sayapun tiba tepat dibawah rumah kayu yang tiap pilarnya begitu kokoh dipandang dari sudut manapun. Inilah dia rumah Firman Djamil. Suasana dirumah ini tenang, namun sedikit membuat bulu roma berdiri jika membayangkan kalau rumah ini berhantu. Tapi jangan kwatir rumah ini sangat ramah bagi setiap tamu yang berniat baik, apalagi jika ingin belajar. Pasti pintu terbuka lebar baginya para jiwa pengembara.

Akhirnya aku sudah berada di pekarangan rumahnya. Dany menjemput saya dan menggiring saya untuk naik kerumah itu. Ucapku salam dalam hati, ketika mata ini dijemput lukisan-lukisan Abstrak disana. Dalam rumah ini terlihat terpajang-pajang akan hasil karya rupa tapi disana-sini terlihat karya yang begitu aneh. Dan belum pernah kujumpai.

Saya duduk dalam rumah ini dan berbincang dengan dany, sebenarnya apakah yang ingin kita kerjakan sebentar. Dany pun mengantar saya ke teras rumah kayu ini. Sedang terlihat Firman Djamil mengukur karpet karet berwarna hitam. Dimana sebentar akan dipasang di plapon tepat didapur rumahnya. Sempat saya langsung membantunya untuk menggulung karpet tersebut. Dan disinilah kali pertamanya saya bicara dengan seniman terkenal ini. Dia berkata padaku “siapa namata.?” Sayapun menjawab “ucu” dan menanyakan lagi “dimana tinggal ucu” saya mebalasnya “dimaros kak” dia bertanya lagi “ada tanahmu kau jual dimaros” saya membalasnya “tidak tahu kak, soalnya bukan saya punya tanah, orang tuaku ji yang punya tanah”. Dia tersenyum dan berkata “kau pemain teater ya” saya bilang “ bukan kak, saya main musik kalo di ukm seni”. Akhirnya tidak ada lagi perbincangan diantara aku dengannya.
Aku sudah membersihkan gulungan karpet hitam itu, dan tiba-tiba Chimo datang, chimo juga adalah saudara saya di UKM Seni UMI.

Akhirnya pekerjaanpun dimulai, dengan membersihkan plapon yang sudah beberapa tahun tak diperbaiki, terdapat banyak debu diatas plapon hingga dada ini terasa ngilu ketika bernafas diatas. Dengan rapi Firman Djamil dan kami mengerjakan atap plapon itu.  Dan tak terasa sudah magrib kita mengerjakannya tanpa istirahat. Dan pekerjaanpun selesai.

kamipun turun melihat hasil kerja kami. Wao.... ternyata plaponnya seperti atap panggung teater.
Setelah itu dany memasak nasi dan mengeluarkan dari kulkas ikan yang sudah dimasak tadi siang untuk dilahap pada makan malam ini. Setelah makan malam Saya senang dengan prilaku Firman Djamil, sebab sisa-sisa makanan seperti tulang ikan, dan sisa-sia nasi. Dikumpulkan dan diberi kepada makhluk hidup yang ada dibawah rumahnya, seperti kucing, anjing, ayam. Dan mengatakan disini juga ada mata rantai makanan. Saya heran ternyata itu adalah jawabannya dan darinya itu saya memetik sebuah pelajaran “jadikanlah hidup ini lebih bermakna”.

Mau liat karya-karya Firman Djamil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar