Assalamu alaikum Warahmatullahi wabarakatuh
Dan malam sebagai alaram petanda
usainya pekerjaan langit-langit rumah.
Panjang ceritanya mengapa kubisa
bertandang di rumah Firman Djamil. Kemarin tepat tanggal 20 HP saya
berdering, sebuah panggilan dari teman sekaligus saudara dari ukm seni yaitu
Taufik Dany. Hampir dibilang dia sudah 2 bulan akrab bersama rumah Firman
Djamil. Kedatangannya kesana semata-mata ingin belajar kesenian dan mencari
jati dirinya.
Tepat pukul 11:30 WITA saya sudah
berada di kawasan benteng Somba Opu, sempat aku tidak tahu letak rumah Firman
Djamil, namun arahan Dany melalui pesan SMS membuat aku tidak berlama-lama kebingunan
tersesat menuju jalan yang benar.
Sayapun tiba tepat dibawah rumah
kayu yang tiap pilarnya begitu kokoh dipandang dari sudut manapun. Inilah dia
rumah Firman Djamil. Suasana dirumah ini tenang, namun sedikit membuat bulu
roma berdiri jika membayangkan kalau rumah ini berhantu. Tapi jangan kwatir
rumah ini sangat ramah bagi setiap tamu yang berniat baik, apalagi jika ingin
belajar. Pasti pintu terbuka lebar baginya para jiwa pengembara.
Akhirnya aku sudah berada di
pekarangan rumahnya. Dany menjemput saya dan menggiring saya untuk naik kerumah
itu. Ucapku salam dalam hati, ketika mata ini dijemput lukisan-lukisan Abstrak
disana. Dalam rumah ini terlihat terpajang-pajang akan hasil karya rupa tapi disana-sini terlihat karya yang begitu aneh. Dan belum pernah kujumpai.
Saya duduk dalam rumah ini dan
berbincang dengan dany, sebenarnya apakah yang ingin kita kerjakan sebentar.
Dany pun mengantar saya ke teras rumah kayu ini. Sedang terlihat Firman Djamil mengukur
karpet karet berwarna hitam. Dimana sebentar akan dipasang di plapon tepat
didapur rumahnya. Sempat saya langsung membantunya untuk menggulung karpet
tersebut. Dan disinilah kali pertamanya saya bicara dengan seniman terkenal
ini. Dia berkata padaku “siapa namata.?” Sayapun menjawab “ucu” dan menanyakan
lagi “dimana tinggal ucu” saya mebalasnya “dimaros kak” dia bertanya lagi “ada
tanahmu kau jual dimaros” saya membalasnya “tidak tahu kak, soalnya bukan saya
punya tanah, orang tuaku ji yang punya tanah”. Dia tersenyum dan berkata “kau
pemain teater ya” saya bilang “ bukan kak, saya main musik kalo di ukm seni”.
Akhirnya tidak ada lagi perbincangan diantara aku dengannya.
Aku sudah membersihkan gulungan karpet
hitam itu, dan tiba-tiba Chimo datang, chimo juga adalah saudara saya di UKM
Seni UMI.
Akhirnya pekerjaanpun dimulai,
dengan membersihkan plapon yang sudah beberapa tahun tak diperbaiki, terdapat
banyak debu diatas plapon hingga dada ini terasa ngilu ketika bernafas diatas.
Dengan rapi Firman Djamil dan kami mengerjakan atap plapon itu. Dan tak terasa sudah magrib kita mengerjakannya
tanpa istirahat. Dan pekerjaanpun selesai.
kamipun turun melihat hasil kerja
kami. Wao.... ternyata plaponnya seperti atap panggung teater.
Setelah itu dany memasak nasi dan
mengeluarkan dari kulkas ikan yang sudah dimasak tadi siang untuk dilahap pada
makan malam ini. Setelah makan malam Saya senang dengan prilaku Firman Djamil,
sebab sisa-sisa makanan seperti tulang ikan, dan sisa-sia nasi. Dikumpulkan dan
diberi kepada makhluk hidup yang ada dibawah rumahnya, seperti kucing, anjing,
ayam. Dan mengatakan disini juga ada mata rantai makanan. Saya heran ternyata
itu adalah jawabannya dan darinya itu saya memetik sebuah pelajaran “jadikanlah
hidup ini lebih bermakna”.
Mau liat karya-karya Firman
Djamil
Klik ini http://firmandjamil.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar