Selasa, April 24, 2012

Bola Biru dan Merah


Assalamu alaikum Warahmatullahi wabarakatuh...

Kisah ini Dipersembahkan buat teman-teman Tim Hore KKN Profesi FKM UMI Gel. II tahun 2011 (Andy, Odhe, Haris, Bujang, Muthi’ah, Thami, Dewi, Rhara, dan Ranti). Maaf teman cerita yang dulu kukarang untuk menghibur kebersamaan saat kita istirahat di lokasi  KKN telah kutulis dalam bentuk cerita. Maaf saja ya... soalnya cara penulisannya Asal-asalanji.... Tabe.


Begini ceritanya.
Dedi adalah anak dari keluarga yang sederhana. Ayahnya bekerja diperusahaan swasta dan Ibunya sibuk mengurus rumahnya (Ibu rumah tangga). Walau iya menetap disebuah rumah yang sederhana ukuran tipe 25 yang letaknya  di kelurahan Ballaparang kecamatan Tamalate kota Makassar. Keluarga ini mampu bertahan ditengah jeratan krisis ekonomi yang mendera negara indonesia pasca rezim orde baru 1999.
Lingkungan kelurahan Ballaparang sangat padat penghuni. Mana lagi rumah berdempetan namun tak kumuh seperti rumah susun yang kerap di pandang sebagai hunian kelas ekonomi kebawah. Disanalah ayah dan Ibu Dedi tinggal. Maklum tempat kerja ayah dekat dari rumah. Ayah Dedi sudah lama berada di kota makassar. Yah... ada 15 tahun dia berada dikota Daeng. setelah menikah dia meniggalkan kampung halamnya di Jeneponto menekatkan diri berangkat kekota Makassar memutar otak dan membanting tulang untuk hidup bersama istrinya.

Keluarga ini baru dikaruniai seorang anak usianya 4 tahun. Anak yang lahir tepat tanggal 4 Agustus 2007 bernama Dedi. Dedi adalah anak pertama. Iya laki-laki, Dedi berkulit gelap dan berbadan gemuk. Diusia 2 tahun berat badan Dedi boleh dikatakan tidak seperti berat badan anak-anak seumurnya, sebab Ibu selalu memberinya susu botol, bubur bayipun tak tanggung-tanggung dibelinya di supermarket. Bukan hanya itu saja, nutrisi dan pola gizi yang lebih selalu diberikan pada Dedi sangat tidak seimbang, sebab Ibu sangat sayang Dedi dimana setelah menikah 15 tahun dan ditahun ke 11 baru dikaruniai seorang anak. Dedi hidup dalam kasih sayang Ibunya yang berlebihan walau timang-timang anak kusayang seperti dalam lagu jadul tempo dulu tidak bisa di sejajarkan dengan kasih sayang Ibu kepada Dedi.

Dedi bisa hadapi dengan riangnya hidup sederhana dan belajar serta bermain dikala hidup ini semakin penuh persaingan. Kini umur Dedi genap 4 tahun. Ia tidak pernah merepotkan orang tuanya seperti anak sebayanya. Sebab Dedi beda dengan anak yang lain. ini semua karena kesederhanaan hidup yang dihadapinya sejak bayi.

Di tahun 2011 pada hari selasa 23 maret. Ibu Dedi yang sedang hamil hendak memeriksakan kandungannya disalah satu Puskesmas terbesar dikota Makassar. Nama Puskesmas tersebut yaitu Puskesmas qassi yang letaknya dijalan Tamalate sebelah selatan kota Makassar.
Pagi pagi tepat pukul 09:00. Ibu Dedi bersiap siap berangkat bersama Dedi dikala mendungnya langit ketika akan turun hujan yang sebentar membasahi kota anging mammiri itu (kota makassar). Demi kandungan tersayang Ibu Dedi tak mau mengurungkan niatnya walau hujan menghalangi perjalanan kesana. “Palingan basah, kan ada payung” begitu sontak ucap Ibu Dedi dalam hati sambil menatap kelangit setelah berkemas kan berangkat menuju Puskesmas.
Sumber : http://kfk.kompas.com/kfk/view/107461 

Ibu Dedi sudah mengandung 1 semester 2 minggu. Dalam perjalanan kepuskesmas  menggunakan becak. Dedi sangat rewel diatas becak, hingganya tepat dipersimpangan jalan terlihat penjual mainan, dibelinya pula dua buah bola warnanya merah dan biru. Dedi sangat senang, maka tenanglah suasana diatas becak menuju Puskesmas qassi.
Sempoyongan Ibu turun dari becak, mana lagi hujan tak redah bahkan semakin bertambah deras hingga jaketpun yang dipakai Ibu digunakan untuk menutup kepala Dedi yang mungil itu. Setiba di pintu masuk Puskesmas, terlihat begitu banyak pasien yang berkunjung disana, namun sepertinya Cuma sedikit yang memeriksakan kandungan bagi Ibu yang hamil. Tidak terasa sudah 15 menit iya berada di kursi panjang, kursi pengunjung Puskesmas itu.

Tibapun giliran namanya dipanggil. Dengan menggenggam nomor loket dan kartu kesehatan. Ibu Dedi menuju ruang pemeriksaan. Ruangan pemeriksaan ini sangat dekat dengan ruangan kepala Puskesmas. dengan segera perawatpun melayaninya, seperti minggu minggu yang lalu dimana perawat itulah selalu menjumpai Ibu Dedi. Maklum di Puskesmas ini banyak sekali perawat yang praktik.  Dengan digoyong naik  dan ditidurkan di atas bangsal pemeriksaan, perawat memanggil Ibu Bidan yang akan memeriksa kandungan Ibu Dedi.


Ibu Bidan : bagaimana perasaanta Ibu .? (sambil memeriksa denyut nadi Ibu Dedi)
Ibu Dedi : hari ini baik baik saja bu. (ucap Ibu Dedi sambil lepas tersenyum)
Ibu Bidan : tidak lari-lari jaki tadi ke Puskesmas.?
Ibu Dedi : yah... tadi bu waktu turun dari becak, saya sempat lari menuju masuk gerbang Puskesmas.
Ibu Bidan : “Ibu jangan lari-lari. itu tidak baik untuk kondisi kandungan-ta.” berkata Ibu Bidan padanya
Ibu Dedi : “Tadi hujan jadi saya lari....” ujar sang Ibu sambil kwatir dalam hatinyapun berucap  “semoga kandunganku sehat” amin.

Di atas bangsal dimana Ibu Dedi sedang terbaring dengan segera Ibu Bidan sedikit mengangkat baju yang dikenakan Ibu Dedi, sambil melakukan metode palpasi (perabaan) pada perut. Ibu Bidan melakukannya dengan sangat hati-hati, dengan cekatan dan ketekunan sambil mewawancarai Ibu Dedi, sangat berarti bahwa Ibu Bidan begitu perhatian terhadap pasien yang ditanganinya. Namun saat pemeriksaan berlangsung, Herannya pun kenapa bisa berisik dibawah bangsal, ternyata Dedi juga masuk dan bermain dibawah ranjang dimana Ibunya diperiksa diranjang bangsal itu.


Ibu Dedi : “suster angkat keluar anak saya itu”. dengan ketus Ibu marah pada Dedi, menyuruh suster cantik asisten ibu bidan yang sedang praktik diPuskesmas itu.
Suster : biar saja Ibu, tidak apa-apa kok dia kan masih kecil, biarkanlah dia bermain sambil menunggu.
Ibu : oh iya yah... namanya juga anak-anak.


Ribet benar Ibu Bidan mengotak atik perut Ibu Dedi seolah bayi dalam kandungan itu besok akan lahir, sebentar-sebentar diraba, sebentar sebentar dikupingi. Dan Dedi sendiri asik bermain bolanya yang bulat mirip dua kali mata sapi.

Ketika Dedi keasyikan bermain bola diruangan pemeriksaan kandungan. tiba-tiba suara guntur terdengar meledak membahana memekakkan telinga, diselingi lampu diseluruh ruangan Puskesmas mati tiba-tiba, kagetnya Dedi saat bermain bola, dan bola itu jatuh menggelinding keluar ruangan dan berputar-putar masuk keruangan kepala Puskesmas.

Astaga gelisah Dedi mengucap dalam hati bahwa bola merah kini hilang. sembraut hati kecil anak ini berontak mau menangis. Seperti mendung awan tadi, sebelum berangkat kePuskesmas bersama sang Ibu.
Akhirnya Dedi mengeak, menangis seolah mengusik sang suster yang kegablangan mencari senter dilemari.
Hus...... diam. jangan rIbut. Tak tanggung-tanggung  suster membentak Dedi secara spontan.
Ibu Dedi berkata “suster jangan marah sama anak saya. biasakhan namanya juga anak-anak suster” suster menjawab “tapi tidak baek anak laki-laki cengeng” dan Dedi pun mendengarnya dan saat itu menjadi motivasi bagi dirinya diumur 4 tahun bahwa laki-laki tak boleh nangis.

Tiba-tiba setelah di marahi suster cantik. Dedi tertidur pulas kecapekan bermain riang dibawah ranjang. Dan beberapa jam kemudian ternyata Dedi terbangun dikamar rumahnya. Berontak Dedi kembali mengeak mencari bola merahnya. Ibunyapun membujuk Dedi “nanti kubelikan bola yang lebih bagus”, tapi Dedi tidak mau dia Cuma mau bola merah yang pernah dimilikinya. begitulah Dedi merengek pada Ibunya. Karena mainan bola itu adalah mainan pertama semasa kecilnya, maklum keluarga ini sederhana cuma bisa Ibunya memberikan konsumsi yang baik pada Dedi namun tak membelikan mainan yang berarti buat Dedi.
Ibu Dedi tak bisa berkata apa-apa dan membiarkan Dedi melinangkan air matanya. Dalam hati Ibu “namanya juga anak-anak sebentar pun dia akan berhenti dan melupakan bola merah itu”
hehehehehe...... Dedi berbeda dengan anak kecil sebayanya. Dedi type laki-laki yang konsisten selalu sayang pada apa yang pernah dimilikinya.

Beberapa bulan kemudian adik Dedi lahir, dan tidak lama Dedipun bertumbuh kembang menjadi seorang anak yang cerdas, dan mulailah Dedi disekolahkan SD, SMP, SMA dan dilatih untuk menjadi seorang yang cerdas berilmu ilmiah serta beramal amalaiah dan berakhlatul karimah seperti visi kampus yang dimana Dedi menginjakkan kakinya dibangkuh kuliah, Dedi dikuliahkan di fakultas kedokteran universitas muslim indonesia tepat ditahun 2030. Dan selesai tepat pada tahun 2035, setelah itu Dedipun lulus menjadi dokter ditahun 2038 dan melesat karir Dedi menjadi dokter diPuskesmas dimana Puskesmas yang dulu adiknya dilahirkan.

Minggu pertama Dedi bekerja langsung teringat dengan kisah bola merahnya yang dulu hilang menggelinding keruangan kepala Puskesmas. Penasarannya Dedi pun mencari tau dimana kepala Puskesmas itu tinggal, dIbukanya lemari bagian administrasi Puskesmas untuk mencari tau siapa kepala Puskesmas yang menjabat ditahun 2011 itu, dan ternyata lembar demi perlembar buku administrasi tidak ditemukan datanya, tapi Dedi terus berjuang hingga bertanya kepada seluruh pegawai yang bekerja disana, serontak jawabanpun terjawab dari mulut Ibu tukang bersih-bersih dirumah sakit itu. Katanya di tahun 2011 yang menjadi kepala Puskesmas namanya Dr. Siti mardiah, dia kepala Puskesmas yang telaten dan tekun dimasa-masa itu. Puskesmas kenaikan pamornya diseluruh Puskesmas di kota makassar sebagai Puskesmas percontohan. Dedipun bertanya tentang alamat rumahnya dimana.?  Ibu tukang bersih-bersih cukup banyak tau tentang informasi Ibu Dr mardiah ini.

Keesokan harinya Dedi meniatkan dirinya untuk bersilaturahmi ke Ibu Dr. Siti mardiah, dan sesampainya didepan pintu rumahnya.


Tok tok tok.... Assalamu alaikum begitu Dedi dengan santun memberi salam untuk bertamu dirumah mantan kepala Puskesmas ini. Akhirnya dIbukakanlah pintu rumah yang terbuat dari kayu jati nan kokoh.
Iyhe... cari siapa.?  begitu jawab seorang wanita yang keluar dari pintu rumah, umurnya sebaya dengan Dedi dia cantik juga manis kulitnya mulus putih bersih dan lekuk tubuhnya moleg.
Dedi : Iyhe,,, saya mau ketemu  dengan Ibu dr. Mardiah.
Masukki didalam...  ucap wanita itu

Dedi pun duduk disofa yang empuk dan mewah, ruangan yang wanginya sewangi mawar ini serasa ditumpahi putik-putik beragam bunga mawar.
Berbincang lah Dedi dengan wanita ini, ternyata wanita ini adalah anak dari Ibu dokter Mardiah, namanya Fatimah. Panjang lebar mereka bercerita, singkatnya ternyata Ibu mardiah sudah lama wafat ketika fatimah berumur 15 tahun.
Sembari menunggu-nunggu
Fatimah ijin kebelakang dulu mau membuatkan segelas teh hangat buat Dedi.
Sambil Dedi menunggu teh hangat yang diramu Fatimah. Dedipun kaget melihat lemari kaca berisi pajangan yang  di bingkai kaca ternyata dalam bingkai terlihat bola merah.
Herannya pun Dedi dengan cepat matanya melotot memplototi bola itu, dan berusaha mengingat sebuah kenangan yang dulu pernah disimpan rapi dalam gudang ingatannya.
Tidak percaya “begitu Dedi berkata dalam hati” ini bolah merah saya. ucapnya
Tiba-tiba muncullah fatima dari pintu  selepas dari dapur.
Kagetnyapun Dedi menjungkal kakinya dengan lihay untuk kembali duduk manis disofa yang empuk tadi.  Sedikit malu karena gerak geriknya dilihat Fatimah.


Fatimah : Anda kenapa.? Bertanya kepada Dedi
Dedi : Tidak ada kok. Tadi Cuma meliat liat pajangan dilemari sana.
Fatimah : Ow.... kirain apa. (Begitulah mereka saling senyum-senyum).
Dedi : saya mau tanya tentang pajangan bingkai Bola merah disana ?.
Fatima : ow... itu bola merahku,
Dedi : kenapa anda memasang bola yang jelek itu itu, pasti ada ceritanya.?
Fatima : hehehe iya, dulu itu bola adalah teman sejati saya, karena setiap harinya saya selalu bermain dengan bolah merah itu sampai-sampai ditas sekolahku selalu kuselipkan bola itu dan itu menjadi kenangan yang sangat berarti bagi saya.
Dedi : menarik juga yach kisahnya. Memangnya bola merahnya dapatnya dari mana.?
Fatimah : ibu yang memberikan saya. Saya tidak tahu dimana ibu membelinya, tapi seingatku ibu membawanya selepas pulang dari puskesmas

Singkat cerita akhirnya dia menikah dan mempunya 11 orang anak ........... hahahhahahaha Sorry teman  tidak adami sambungannya malaska berpikir. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar